Mengingat peristiwa beberapa tahun ke belakang, saya masih duduk di semester 2/1 (saya lupa tepatnya) tingkat sarjana, saat itu tiba-tiba datang kakak-kakak senior dari fakultas teknik (mantan panitia ospek saya) ke depan gedung kampus saya untuk turun dan keluar dari gedung agar ikut demo menolak kedatangan presiden Bush ke Indonesia. Kala itu, saya masih berada dalam Lab praktikum, namun konsentrasi dan jantungku berdetak keras ketika mendengar suara teriakan dari bawah dengan menggunakan mikrophone dan diserukan dengan suara yang begitu kencang. Sambil mendengarkan suara teriakan demo dari Lab, aku tetap menulis hasil praktikum, namun ketika keadaan Lab sudah berisik maka aku keluar kelas disertai beberapa teman untuk melihat orang yang menjadi orator demo dan berencana untuk ikut juga. Namun baru keluar dari Lab belum sempat untuk turun gedung, tiba-tiba ada dosen datang dan menyuruh masuk kembali ke Lab sambil berkata "Ayo masuk-masuk, kalian masih kecil belum tau apa-apa".
Bercerita mengenai mahasiswa yang demo dengan teman karibku, aku bahkan berkata "impianku saat kuliah adalah ingin juga merasakan bagaimana ikut berdemo memperjuangkan sesuatu", namun sampai aku memakai Toga aku tak kunjung diizinkan Allah untuk ikut berdemo.
Tahun 2011, aku mendapatkan sebuah rekaman mengenai "tragedi semanggi" tahun 90-an kalau tidak salah, berarti saat aku masih anak-anak. Begitu merindingnya saat melihat para mahasiswa yang meninggal dunia saat berdemo, mereka diperlakukan seperti penjahat sehingga menjadi korban yang meninggal saat berdemo. Melihat rekaman peristiwa ini, jiwa (entah nafsu dan amarah) semakin kuat untuk berdemo juga.
Akhir Maret 2012, demo cukup besar juga terjadi di beberapa wilayah di Indonesia karena wacana kenaikan BBM. Saya yang juga rakyat yang berada dibawah garis kekayaan, diatas garis kemiskinan tepatnya ditengah garisnya tapi cenderung kebawah pasti juga akan terkena dampak kenaikan harga BBM. Setelah kenaikan BBM, dari hasil analisis sumber daya uang yang tersedia saat ini maka hampir bisa dipastikan tidak bisa membayar SPP semester 3 nanti, namun berharap beasiswa bisa cair sebelum masa pembayaran SPP agar tidak bermasalah. Namun, jikapun tidak ada uang untuk membayar, semoga saja ada kesempatan untuk menunda pembayarannya.
30 Maret 2012, mendapat telpon dari sang Ayah tercinta untuk menanyakan perkembangan kuliahku, dan ternyata memastikan bahwa aku tidak akan ikut demo juga. Hoax...darimana Ayahku tau bahwa aku punya jiwa untuk berdemo juga?????..sudahlah. Aku memang sedikit panas melihat keadaan negara ini, yang dikerumuni pejabat yang korupsi, dihuni oleh penjahat berdasi, dikelilingi parasit berkedok hati, namun aku akan tetap mencoba Sabar (lebih cenderung pasrah) dan berusaha memperbaiki diri sendiri agar suatu saat nanti walau dikelilingi sistem yang buruk, namun jiwa ini tetap menjadi baik. Walau tak mampu membawa perubahan pada lingkungan, cukuplah aku yang harus berubah menjadi lebih baik di mata sang Pencipta.
Masih banyak usaha yang bisa dilakukan untuk mengatasi keadaan ini, yaitu BERHEMAT. hari kemarin masih bisa makan berlauk daging, maka kedepan harus bisa seperti kambing yang memakan sesuatu yang hijau yang jarang ku lirik selama ini. Protein masih bisa tercukupi dengan susu dan telur dan tempe yang bahkan lebih murah dari daging. Semoga keadaan ini justru memberiku kesempatan untuk bisa berhemat diri hingga bisa tahan pada kondisi surut sekalipun namun tetap bisa mengukir prestasi demi masa depan.
Bagi teman-teman yang ikut menyuarakan suara penderitaan rakyat miskin, tetaplah pada barisan kalian dengan hati yang murni dan suci untuk membela kepentingan umat, semoga Allah bisa melindungi jiwa dan raga kalian. Gunakan hak di negara demokrasi, walaupun mungkin begitu susah untuk didengarkan oleh para wakil rakyat. Siapa lagi yang harus menggiring para rakyat kecil karena yang demo selama ini hampir identik dengan rakyat kecil, miskin. Mana mungkin harus menunggu para perkumpulan warga negara yang besar, kaya, berdarah biru memperjuangankan kehidupan rakyat kecil.
Memang kontras, diantara sebagian mahasiswa yang sibuk ingin menyuarakan aspirasinya, sebagian dari lain yang mengaku mahasiswa juga malah menganggap kalian bodoh, tidak intelek, entah semacam hinaaan, cacian dsb karena aksi demo yang dilakukan cenderung anarkis. Padahal, semua itu pastilah ada sebabnya. Jika suatu aksi menyampaikan aspirasi tanpa melalui aksi demo pun sudah ditanggapi oleh pemerintah dsb, tentulah tak repot-repot turun ke jalan yang tentu butuh energi, makan, mental yang kuat. Namun, apalah daya, demo besar-besaran pun sebegitu dicuekkan oleh pemerintah, malah menyiapkan berbagai personel untuk membubarkannya, jelas sudah bahwa pemerintah tidak siap dikritik dan tidak ingin mendengar aspirasi dari rakyat, malah jika baru dilakukan pengrusakan pagar sang wakil rakyat keluar dan menanggapi pendemo (sengaja menunggu demo memanas baru keluar agar pendemo yg dinilai buruk). Memang perlu tindakan-tindakan kejutan untuk bisa diperhatikan. Namun tetap tindakan kekerasan, pengrusakan seharusnya tidak perlu dilakukan jika masih ada cara lain yang dianggap lebih halus namun bisa menyalurkan aspirasi rakyat. Hidup mahasiswa!!
Bagi teman-teman yang ikut menyuarakan suara penderitaan rakyat miskin, tetaplah pada barisan kalian dengan hati yang murni dan suci untuk membela kepentingan umat, semoga Allah bisa melindungi jiwa dan raga kalian. Gunakan hak di negara demokrasi, walaupun mungkin begitu susah untuk didengarkan oleh para wakil rakyat. Siapa lagi yang harus menggiring para rakyat kecil karena yang demo selama ini hampir identik dengan rakyat kecil, miskin. Mana mungkin harus menunggu para perkumpulan warga negara yang besar, kaya, berdarah biru memperjuangankan kehidupan rakyat kecil.
Memang kontras, diantara sebagian mahasiswa yang sibuk ingin menyuarakan aspirasinya, sebagian dari lain yang mengaku mahasiswa juga malah menganggap kalian bodoh, tidak intelek, entah semacam hinaaan, cacian dsb karena aksi demo yang dilakukan cenderung anarkis. Padahal, semua itu pastilah ada sebabnya. Jika suatu aksi menyampaikan aspirasi tanpa melalui aksi demo pun sudah ditanggapi oleh pemerintah dsb, tentulah tak repot-repot turun ke jalan yang tentu butuh energi, makan, mental yang kuat. Namun, apalah daya, demo besar-besaran pun sebegitu dicuekkan oleh pemerintah, malah menyiapkan berbagai personel untuk membubarkannya, jelas sudah bahwa pemerintah tidak siap dikritik dan tidak ingin mendengar aspirasi dari rakyat, malah jika baru dilakukan pengrusakan pagar sang wakil rakyat keluar dan menanggapi pendemo (sengaja menunggu demo memanas baru keluar agar pendemo yg dinilai buruk). Memang perlu tindakan-tindakan kejutan untuk bisa diperhatikan. Namun tetap tindakan kekerasan, pengrusakan seharusnya tidak perlu dilakukan jika masih ada cara lain yang dianggap lebih halus namun bisa menyalurkan aspirasi rakyat. Hidup mahasiswa!!