Rabu, 03 Maret 2010

PILIHAN

Cinta atau persahabatan???Mana yang kupilih??
Cinta muncul karena manusia dianugerahi perasaan. Perasaan cinta kepada lawan jenis sangat jarang datang setiap waktu dan hadir kepada semua orang yang kita temui. Rasa yang seperti ini bahkan menurut pengakuan beberapa orang hanya muncul 1 kali saja dalam seumur hidupnya. Benarkah demikian? Jawabannya terdapat dalam hati kita masing-masing. Rasa cinta ini diawali dari sebuah perkenalan, pendalaman, dan berujung pada kekaguman terhadap fisik ataupun sifatnya. Lalu, mau dibawa kemana rasa ini?? Sebagian besar orang berkeinginan memiliki sang pujaan hati tersebut, minimal dapat menjalani dalam sebuah hubungan cinta kasih yang beken sekarang ini (pacaran). Jika semua itu dapat diraih, maka puaslah sudah hatinya. Bagaimana selanjutnya? terserah bagi yang menjalaninya! Berakhir dengan perkawinan kah? atau malah berakhir dengan kekecewaan karena kandas di tengah jalan. Lalu bagaimana dengan seseorang yang mempunyai rasa cinta dan berkeinginan memiliki sang pujaan hati itu namun terhalang oleh sahabat??
Sahabat adalah orang yang kita kenal, terjalin sebuah hubungan timbal balik. Sahabat biasanya orang yang akrab dengan kita bahkan melebihi saudara kita sendiri, orang yang menemani kita dalam menjalani hidup, orang yang biasanya mendengar cerita-cerita kita dari A sampai Z, bahkan bisa hafal dengan sifat-sifat kita. Lalu bagaimana jika kita jatuh hati pada kekasih atau pujaan hati sahabat kita sendiri???? Salahkah yang kita rasakan ini?dan akan dibawa kemana perasaan cinta yang seperti ini?
Perasaan itu sendiri pada hakikatnya tidaklah salah. Kita berhak menyukai, mengagumi bahkan mencintai siapapun yang kita mau, karena hati kita adalah milik kita sendiri. Kita tetap bisa mencintai pujaan hati sahabat kita sekaligus berteman dengan sahabat kita selagi kita mampu memendam perasaan itu dan menunggu perasaan itu akan surut suatu saat nanti. Tetapi apabila perasaan itu suatu saat tidak terbendung lagi maka pilihan itu pun harus kita ambil. Cinta atau persahabatankah yang kita pilih?
Saya pribadi sudah pernah mengalami putus cinta lebih dari sekali. Namun, saya juga pernah merasa dikhianati oleh sahabat kita sendiri. Ya...sahabat yang hampir setiap hari kita temui, ,,,ternyata mampu mengkhianati kita dengan mencitai kekasih kita sendiri tanpa perasaan bersalah sedikit pun. Lalu saya bandingkan diantara kedua hal tersebut, memang putus cinta dan dikhianati sahabat itu sama-sama menyakitkan. Tapi menurut saya pribadi, sebuah pengkhianatan itu sendiri yang amat sangat kejam yang belum bisa saya lupakan hingga sampai saat ini. SO...jika anda merasa sedang mencintai sang pujaan hati sahabat anda sendiri,, maka lebih baik berpikir 100x untuk merebut sang pujaan hati sahabat anda itu, kecuali anda sudah siap lahir batin kehilangan atau putus hubungan dengan sahabat anda untuk selamanya.
Note : Perasaan cinta itu lebih indah ketika masih berada dalam hati daripada sudah terucap melalui mulut (versi saya).

Jumat, 26 Februari 2010

RENUNGAN

Harga dari sebuah waktu

”Demi masa (waktu), sesungguhnya manusia dalam kerugian, kecuali mereka yang beriman dan beramal shaleh dan saling berpesan untuk selalu bersabar.” (QS. Al-Ashr:1-3)
1. Hidup di Dunia hanya Sementara
Hidup di dunia sangat singkat! Allah telah memberi petunjuk kepada manusia seperti tercantum dalam QS. Al-Mu’minun:114 sebagai berikut: ‘Kamu tidak tinggal di dunia, melainkan sebentar saja, jika kamu mengetahui.
Ketika sewaktu-waktu malaikat datang menjemput, maka habislah riwayat hidup kita. Sudah tidak ada lagi kesempatan untuk mencari bekal hidup di kemudian hari. Padahal perjalanan masih jauh, apakah kita tidak kehausan di perjalanan? Jika seumpama kita sewaktu hidup di dunia bergelimang harta, belum tentu kelak kita dapat tinggal dalam satu rumah dan memakai pakaian rapi serta berselimut. Sebaliknya bisa jadi kita kelak hidup sebagai gelandangan, tidak berpakaian dan berselimut serta tidur tidur diseberang tempat yang dinginnya menyengat tulang.
2. Menyia-nyiakan Waktu
Marilah sekarang kita berhitung, intropeksi diri, sebenarnya apa yang telah kita perbuat setiap hari. Kita pergunakan untuk apa waktu kita mulai dari bangun tidur sampai akan tidur lagi. Kalau satu hari terdiri dari 24 jam, kita gunakan untuk berkerja atau mencari ilmu kira-kira 9 jam, kira-kira menggunakan untuk perjalanan 2 jam, untuk sembahyang 15 menit x 5 = 1 jam 15 menit. Sedang untuk tidur 8 jam dan untuk lain-lain 3 jam 45 menit, jumlah 24 jam.
Setelah dihitung, sekarang umur kita berapa? Yang sudah jelas adalah bahwa sepertiga dari umur itu telah dipergunakan untuk tidur mendengkur di ranjang. Untuk keperluan sembahyang tiap hari hanya membutuhkan waktu 1 jam 15 menit, lebih pendek dari waktu untuk “keluyuran”.
Kalau hidup ini diartikan sebagai kesempatan untuk mencari bekal guna hari esok dan hari akhir, maka logikanya waktu yang kita miliki ini harus kita pergunakan sebaik-baiknya, seefisien mungkin, agar kita dapat memperoleh bekal yang cukup banyak untuk hidup di dunia ini maupun di akhirat.
Allah Swt. Telah memberi kita kesempatan, maka kita harus bergegas dan berlari mengejar waktu, sebab kita sudah jauh tertinggal. Jangan sekali-kali menyia-nyiakan waktu. Ketahuilah bahwa kalau kita ditinggalkan waktu, maka kita sudah kehilangan kesempatan, maka segeralah selagi kesempatan masih ada di depan kita. Posisikan diri, jangan sampai kita diatur oleh waktu tetapi diri kita yang harus pandai mengatur waktu. Mengisi waktu berarti kita telah membuat rencana.
3. Hidup adalah Realita
Hidup adalah tantangan, kita ditantang untuk dapat menciptakan kemandirian dalam ketergantungan. Kita ditantang untuk ketenangan selagi dalam kegelisahan. Kita ditantang untuk menciptakan keputusan dalam kebimbangan. Kita dituntut menciptakan ketegangan selagi dalam kerawanan dan kerapuhan. Dan akhirnya kita dituntut untuk bertanggung jawab dalam kebebasan.

Salah satu kunci surga adalah kuat iman dan takwa. Mengapa harus kuat?
Kenapa iman harus kuat, sebab kadar keimanan seseorang bisa berubah setiap waktu. Karena manusia hidup dihadapkan berbagai tantangan dan godaan, maka barangsiapa yang imannya lemah, akan mudah terombang-ambing oleh keadaan.
Orang harus berupaya agar imannya selalu terjaga dari semua godaan dan pengaruh buruk yang mengancam dirinya. Orang harus waspada terhadap setipa bisikan setan yang selalu mengintip untuk mencari kelemahan manusia, kemudian mengajak untuk mengikuti bisikannya.

Referensi : Koesman H.S. 2008. Etika dan Moralitas Islami. Semarang: Pustaka Nuun.