Minggu, 29 September 2013

Hikmah dari Habibie dan Ainun

Pada Malam 30 Juni 2013, saya dipaksa keadaan harus menamatkan buku ‘Habibie & Ainun’. Ternyata banyak hal yang tidak saya ketahui tentang peristiwa di masa lalu. Memang, saya muncul di akhir 80-an sebagai bayi yang baru lahir dan baru berumur 9 tahun saat tahun 1998. Saya hanya masih bisa ingat saat pengambilan Sumpah jabatan Habibie sebagai presiden dan pidato pengunduran diri Soeharto sebagai Presiden. Saya ingat Layar TV yang saya tonton berwarna hitam putih. Baru kemudian setelah saya di Bandung, beberapa cakrawala sejarah dapat saya ketahui karena begitu mudahnya mengakses informasi disini dibandingkan di Bangka. Diantaranya tentang peristiwa Semanggi, Trisakti pada tahun 1998. Walaupun, dalam ingatan, memori otak pernah mencatat bahwa saya pernah mendengar kata-kata ‘Semanggi’ saat kulaih PKN tahun 2006/2007. Sayang, saat itu saya tidak menelusuri sejarah tentang itu.

Banyak hal yang dikejutkan dari buku ini, saya terkaget sekaligus terkagum ternyata Ainun dan Habibie ini sosok yang religius. Bayangkan, ternyata Ainun setiap hari secara konsisten membaca Al-Quran 1 Jus. Yang saya pikir sebelumnya, hal-hal seperti ini hanya berkemungkinan dimiliki pada wanita jilbaber saja karena saya yang juga berjilbab tapi tidak besar ini, belum bisa seperti yang Ainun lakukan. Jangankan 1 Jus, konsisten untuk membaca A-Quran walau 1 ayat setiap hari saja masih sangat jauh belum sempurna.
Saya juga bersyukur bisa membaca buku ini, setidaknya bisa melihat bagaimana perjuangan Habibie dalam penguasaan ilmunya. Terbiasa dengan menyelesaikan masalah secara cepat dan tepat, terbiasa dengan kertas berserakan sebagai bukti betapa semangatnya menyelesaikan tugas-tugas. Selain itu, melihat adegan dalam filmnya saat harus berjalan kaki dimalam hari pada kondisi bersalju saat sepulang dari kantornya membuat merinding bagaimana kerasnya ia mendidik dirinya sendiri hingga ia menjadi orang besar sampai saat ini.

Baik dalam Film dan Buku, adegan atau tulisan tentang penerbangan pertama pesawat N250 berhasil membuat airmata saya mengalir dengan haru, bangga walau kejadian aslinya sudah cukup lama yakni pada saat saya masih berumur 6 tahun. Mengharukan akhirnya pesawat itu berhasil terbang walau hampir seluruh dunia meragukannya. Namun, kepercayaan dirinya akhirnya berhasil mencetak sejarah baru Indonesia di mata dunia. Bisa dibayangkan sendiri betapa luar biasanya waktu, tenaga, tekad yang harus ia keluarkan untuk mencapai itu semua. Dan bisa dibayangkan sendiri, apa usaha kita sebagai generasi penerusnya untuk memberi manfaat bagi bangsa kita? Membuat tugas kuliah saja harus berteriak-teriak kesakitan di FB, waktu banyak terbuang dengan melototkan mata sambil tersipu menyaksikan komedi romantic drama korea di akhir pekan, spasi keyboard dan tombol ADWS stress menderita karena sering dipakai untuk bertarung di pertandingan game online, kasur dan bantal membentuk pulau-pulau indah karena saking keterlaluannya menidurkan diri. Selanjutnya, renungkan sendiri bagaimana cara kita membuang waktu kita….

Lanjut lagi…..
Pada saat menonton filmnya, saya tidak menjatuhkan airmata pada saat detik-detik meninggalnya Ainun. Namun, ketika saya membaca bukunya, saya menangis sejadi-jadinya saat peristiwa itu harus terjadi. Sedikit haru dan sangat bangga ketika saya tahu tentang tindakan Presiden SBY saat itu yang langsung mengirimkan pesawat Garuda untuk memulangkan jenazah Ibu Ainun dari Jerman. Melihat pertolongan hebat untuk Habibie pada saat harus membawa Ibu Ainun ke Jerman sesegera mungkin saat itu, membuat merinding dan mengharukan saat 5 seat penerbangan didapatkan dari penumpang kewarganegaraan Jerman yang membatalkan kepergian ke Jerman setelah dijelaskan situasi itu. Sangat pantas seorang seperti Habibie menerima semua pertolongan Allah melalui presiden, melalui WN Jerman dan manusia lainnya mengingat apa yang telah diberikannya pada Bangsa ini, bagaimana ia berjuang menjadi Ilmuwan hebat, bagaimana ia termotivasi amat sangat kuat karena sosok  Ibunya yang telah menyekolahkan ia di Jerman dengan uang sendiri dari usaha cathering hingga iapun berhasil meraih predikat summa Cumlaude dalam studinya. Usaha, tekad dan kerjanya memang di atas rata-rata orang kebanyakan, hingga pantas ia memperoleh prestasi luar biasa.

Kejadian yang mungkin banyak disesali banyak orang termasuk saya sendiri adalah berhentinya proyek produksi pesawat N250 saat itu, yang disebabkan krisis moneter dan IMF yang tak ingin memberikan pinjaman jika industri strategis termasuk produksi pesawat tak dihentikan. Dada saya serasa sesak melihat kenyataan itu sekarang, dan bagaimana dengan sedihnya Habibie saat itu, bisa anda bayangkan sendiri..dan juga terlihat saat adegan pada film saat berkunjung ke PT. DI sambil melihat kontruksi pesawatnya. Geram melihat situasi seperti itu rasanya, ‘ mengapa orang jenius seperti itu tidak diusahakan wadahnya oleh Indonesia pada waktu itu’, harusnya ketika Habibie berkomitmen untuk berkorban dan berjuang untuk bangsa Indonesia, maka dengan hal serupa Indonesia juga mengorbankan dan berjuang untuk memfasilitasinya. Saya berandai-andai jika pada saat itu saya adalah orang besar dan berkuasa saat itu, mungkin saya bisa mengambil tindakan atau peran yang membantu atau setidaknya melakukan sesuatu  yang tidak menghempaskan impian Habibie ……tapi kenyataannya saya hanya manusia terlalu standar bak  setetes air dilautan yang belum bisa berarti apa-apa, bahkan melawan rasa malas, berjuang mengamalkan semua perintah-Nya dan memberi manfaat pada lingkungan 1 RT saja belum ada buktinya.

Well, saya sangat bersyukur bisa menyaksikan cerita seorang Habibie melalui Buku dan Filmnya sampai membuat darah mendesir, merinding, mengharukan. Semoga bisa berbuat sesuatu yang bermanfaat pada watu mendatang, dan bisa berjuang keras seperti Habibie untuk meningkatkan kualitas diri di bidang ilmu tertentu hingga berkesempatan untuk memberikan manfaat penguasaan ilmu tersebut untuk orang lain.

Senin, 09 September 2013

Kabut dalam Kegelapan

Anak kecil itu tertawa
Seakan ia telah lupa kesedihannya
Hanya saat mendapati 1 inginnya
sebuah boneka baru..

Lembut tangannya membelai
Polos matanya menatap
Bibirnya merekah sepanjang hari
ia terus bermain dengan bonekanya
sampai ia lupa
akan ada akhir dari sebuah cahaya

Matahari tenggelam
Gelap malam segera datang
tiada berbintang
Angin malam berhembus
perempuan kecil pun tersadar
ia telah berada dalam lingkar kabut kegelapan