Aaarrrggghh.... kota macam apa ini... kesal aku dengan semua ini. Lagi-lagi karena mang supir angkot yang pada gila, sok garang, dan tiada aturan. Hampir saja aku akan loncat dari angkot tepat depan seorang polisi yang berdiri depan Bip. Kalau bukan karena ada penumpang lelaki yang berusaha tenang melihat aksi si supir itu, aku tidak tahu lagi bagaimana kengerian aku memandang, merasakan dan terjebak dengan keadaan darurat yang mengancam nyawaku dan adikku. Kejadian yang sungguh sangat sederhana namun reaksi supir itu kupandang terlalu berlebihan, hanya karena saling ingin mendapatkan penumpang di perempatan bip, kedua kendaraan ini saling adu kekuatan klakson mobil, saling impitan, saling dan saling ingin membuat emosi. Argghhh.... angkot yang membawaku mengejar rivalnya tadi ke arah kalapa, yang padahal seharusnya mengantarkan penumpangnya (aku dll) ke arah dago. Terpikir olehku angkot ini akan menghentikan si rivalnya dan akan keluar mobil melakukan adu kekuatan menurut versi pria sok jantan, aku siap-siap memegang belanjaanku untuk segera keluar dan berlari segera. Tapi ternyata, kejadian bayanganku tidak terjadi, sang rival tidak ingin meladeni supir "kurang" (kurang iman, kurang akal, kurang etika atau sebutan apa ya yang pantas?) tadi. Akhirnya aku selamat dan bisa sampai ke jalan ganesa dengan adikku dalam kondisi lutut gemetaran, jiwa kacau balau. Oh God, terima kasih akhirnya aku masih bisa keluar dari kekejaman penghuni kota ini. Kejadian hari ini membuatku mengingat ke belakang, saat aku dan adikku juga sedang naik taksi GR (pantasnya disebut Genduruwo kali ya). Kala itu, aku masih baru menginjakkan kaki di tanah pasundan ini, pulang malam kira-kira jam 7an dari jalan Cihampelas. Sang supir taksi mengantarkan kami dengan kebut-kebutan di dalam jalan gang sehingga membuat warga sekitar berteriak menegur untuk lebih berhati-hati, tapi sang supir justru makin menjadi-jadi dan emosi, Ahhh..aku yang tidak terbiasa dengan keadaan ini, langsung tegang dan pasrah yang akan terjadi. Akhirnya saya masih selamat juga dari kejamnya sang supir kala itu. Sampai dikosan aku begitu lelah, ada rasa agak jera untuk naik angkot, taksi apalagi ojek. Dalam hati aku berkata sebenarnya ini sekedar tantangan, ujian, ataukah petunjuk dari Allah. Belum genap 3 bulan aku kuliah disini, aku merasa lebih dari 3 kali nyawaku terancam karena kekerasan, kekejaman yang aku terima disini, apalagi ketika aku mengingat "Tragedi Cibiru" yang membuat aku harus kehilangan barang kesayanganku (Digital Kamera) yang telah aku beli murni dari uang beasiswa terakhir yang aku terima ketika kuliah di Bangka. Barang yang sudah lama kuidam-idamkan kurang lebih 3 tahunan sampai aku bisa memilikinya. Namun, kini tinggal kenangan ketika dirampas oleh sang rampok yang sepertinya berdomisili di Cibiru. Aku tidak terlalu menyesali kejadian itu, hanya aku bisa memetik pelajaran untuk berhati-hati dimanapun aku berada yang seolah-olah aku disadarkan oleh Tuhan bahwa aku sekarang bukan berada di tanah kelahiranku, dihabitat asliku tetapi aku sekarang berada di tanah orang lain ditanah rantauan yang benar-benar kejam, dan jangan pernah berpikir ditanah ini aku akan menemukan orang baik. Aku tau setiap kejadian-kejadian yang aku alami disini pastilah terjadi dengan izin Allah, Allah mungkin sedang ingin membuka mataku terhadap sisi gelap sebuah dunia, atau mungkin menguji tekadku yang ingin menuntut ilmu ditanah orang lain dengan berbagai kejadian-kejadian yang mengancam nyawaku, kejadian yang membuat harus kehilangan harta, dengan kejadian yang mengobrak-abrik hati dan jiwaku (karena tak sedikit hinaan, cercaan yang kuterima selama disini) dll. Inilah sekelumit cerita hitam yang kudapatkan selama disini, dikotaku menuntut ilmu, di tanah rantauan, pengalaman yang belum pernah kudapatkan di tanah kelahirinku di tanah kebanggaanku, Bangka Island. Ketenangan hidup yang kurindukan hanya bisa kunikmati ditanah aku dilahirkan dan dibesarkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Mari kita curahkan komentar, jangan ditelan begitu saja!