Sejak mulai kelas 1 SMP hingga SMA, aku dan dia berada dalam 1 kelas, dan keseringan 1 bangku. Berarti persahabatan karib kami jalani sudah 6 tahun, bertatap muka di kelas setiap hari kecuali hari libur sekolah. Setamat SMA, aku dan dia berencana kuliah di kota, aku berniat masuk Biologi, dia berniat ke Pertanian. Aku lulus tes, namun dia tak jadi daftar ke Pertanian, tapi justru ke jurusan kesehatan karena mengikuti saran kakaknya. Saat masa pendaftaran kuliah, aku dan dia selalu pergi bersama menaiki Bus dari Desa kami, kemudian menginap di rumah saudaraku. Satu hal yang paling mengesankan ketika "wong deso" naik mobil adalah mabok kendaraan alias muntah2 termasuk saya.Hahahaa... namun karena aku terbiasa mengkonsumsi antimo, aku bisa tertidur pulas dan tidak mabok. Sementara dia, ku lirik sedikit ke arah wajahnya yang begitu pucat menahan isi perutnya yang selalu ingin keluar, dia selalu menyiapkan kantong plastik., aku begitu kasian melihat dia, begitu besar perjuangannya waktu itu yang kami lewati bersama. Selain daftar di jurusan Biologi, sedangkan dia di kesehatan, kami berdua juga daftar di jurusan statistik yang apabila lulus akan mendapat sekolah gratis di Jakarta. Kami menuju tempat pendaftaran, ternyata tempatnya tidak dilewati angkot, akhirnya kami berduapun harus jalan kaki selama 1 jam untuk menuju jalor angkot.
Setelah pengumuman, aku memang sudah diterima di Biologi, namun ternyata dia tidak diterima di Kesehatan dan Statistik. Selama 1 tahun kami tak bersama, namun 1 tahun kemudian dia mendaftar kembali di Fakultas yang sama denganku yaitu pertanian. Semenjak itu, kami hidup dalam 1 rumah kost, makan bersama, ngerumpi dll. Begitu banyak cerita pengalaman aku bersamanya, mulai dari menjadi pembimbing kelompok Ospek, acara keagamaan, sampai ketika acara Mapala. Tak jarang kami berdebat dan cekcok, namun tak pernah sampai berlama-lama. Hidup dengan dia dalam 1 rumah begitu penuh canda dan keusilan yang kubuat, setiap hari kami memasak dan tak jarang pula kami memetik daun singkong tetangga untuk dimasak. Ketika pulang kampung, kami berdua pun selalu membawa bekal dari kampung, mulai dari beras, sayur, ikan asin, sampai cabe dan bawang hingga kami tidak begitu banyak menghabiskan uang belanja.
Ku akui hidup bersamanya begitu indah, begitu penuh kesederhanaan dan tekad kuat untuk meuntut ilmu, hingga kami pun saling memotivasi. Terakhir ketika aku melakukan penelitian skripsi, dialah orang yang paling banyak membantu, 4 gunung ku daki bersama dia untuk melakukan penelitian, dan beberapa hutan lainnya. Dia sangat kerepotan membawa sampel palem yang begitu banyak duri, sementara aku hanya membawa daun2nya. Hingga pada saat seminar dan sidang, dia begitu banyak membantuku. Sampai pada saat aku wisuda, dia hadir walaupun harus menunggu diluar ruangan. Mengingat semua tentang dia, aku mejadi begitu terharu, mungkin seumur hidup, aku tidak akan pernah menemukan orang seperti dia lagi. Sekarang aku kembali menuntut ilmu di luar pulau dan sekarang diapun telah diwisuda, namun hatiku begitu sedih melihat kenyataan, aku tidak bersamanya lagi dalam sebuah perjuangan ini. Aku sangat berharap, dia juga akan meneruskan studinya lagi di sini, agar aku benar-benar merasa hidup penuh semangat juang seperti dulu bersama dia karena hampir setengah umurku aku selalu berjuang bersama dia. Aku akan lebih bahagia ketika aku bisa mendapatkan kesuksesan bersama dia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Mari kita curahkan komentar, jangan ditelan begitu saja!