Minggu, 12 Februari 2012

Cerita di Balik Jilbab

Saya hampir lupa kapan saya mulai berjilbab kala itu, mungkin disemester 4 atau 5 kuliah sarjana sekitar umur 19 tahunan lah. Kala itu, Setiap jum'at di kampusku,ada sebuah istilah yang namanya asistensi agama islam yang wajib diikuti mahasiswa baru dengan pementornya adalah dosen yang memang punya ilmu agama yang luas. Karena pada waktu itu, bersifat wajib dan akan ngaruh ke nilai agama maka seingatku adalah kehadiranku selama 100%. Pada minggu pertama, aku bahkan tidak mengenakan jilbab namun mendengar materi tentang agama, dan ku lihat sekelilingku kebanyakan teman sekelasku menggunakan jilbab yang memang semenjak awal kuliah dan tak dilepaskan lagi. Ada perasaan aneh kala itu sehingga pada minggu ke 2 aai dan seterusnya aku mulai mengenakan jilbab pada hari jum'at saja. Tidak ada yang protes, semua selalu bilang 'duh, anggunnya'. Kemudian ketika masuk kuliah pun pada hari jum'at saya keterusan mengenakan jilbab.

Ada suatu ujian mentoring setelah semester berakhir, dan aku begitu masih ingat salah satu pertanyaannya adalah kurang lebih seperti ini 'bagaimana pendapatmu dengan temanmu yang belum mengenakan jilbab?' wah, saya yang bukan kaum berjilbab kala itu, langsung saja menjawab dengan tegas di kertas itu ' berjilbab tidak boleh dipaksa dan belum tentu perbuatan orang yang berjilbab lebih mulia dari yang tidak, banyak orang berjilbab tapi berkelakuan buruk' itulah inti jawabanku kala itu. Tanpa berperasaan saya bisa menulis seperti itu, dan alhasil nilai agamaku pun hanya B, untung tidak D (hehe..parah banget).

Satu semeter berakhir, maka mentoring sekarang ini bersifat tidak wajib untuk semester-semester berikutnya. Seusai mentoring wajib di semester lalu, saya masih belum mengenakan jilbab walaupun pernah hampir menangis saat ada materi tentang menutup aurat ini karena sungguh takutnya jika sampai takkan mengenakan jilbab. Yah, sempat kepikiran seharianlah, tapi setelah bangun tidur. that was gone, sama sekali ga ngaruh terhadap hidupku kala itu. 

Semester 2 dan selanjutnya saya juga masih terus mengikuti mentoring dan mengenakan jilbab ketika ada kegiatan keagamaan saja. Saya memang senang mendengar sesuatu tentang agama karena saya merasa masih banyak hal yang saya tidak ketahui, malah saya sempat menanyakan apa memang benar ada perintah Allah untuk kita menutup aurat pada pementorku waktu itu, Yah, memang karena saya tidak tahu. dan setelah tahu saya juga masih belum mengenakan jilbab. 

Pada suatu waktu, dengan gayaku yang kadang tomboy dengan kuncir rambut dibelakang dan kadang pula sok feminim dengan rok, saya pergi ke kampus dan pada hari itu, aku menjadi sedikit risih karena selalu saja menjadi diperhatikan ketika berjalan. Dan pernah juga ketika di angkot, merasa aneh karena merasa ada lelaki yang memperhatikan terlalu lama ke arahku. Sejak saat itu, aku berusaha memakai jaket setiap kali keluar rumah walaupun masih belum mengenakan jilbab. 

Hari minggu di semester 4 atau 5 (saya lupa tepatnya), ada acara pendakian gunung. aku dan kelompokku ikut berpartisipasi sebagai peserta dalam perlombaan tersebut. Saya yang memang kadang-kadang berjilbab ketika ke Pasar (takut item keterpa matahari), hari itu aku juga memilih mengenakan jilbab, dan Saya pikir tidak akan ada yang heran karena memang sudah sering pake dan lepas lagi. Setelah tiba di puncak gunung, ternyata salah seorang dosen menyalamiku dan mengucapkan 'alhamdullilah, sekarang sudah pakai jilbab', saya sedikit kaget, karena dosen yang cukup saya segani berkata demikian, karena dia baru pertama lihat saya pake jilbab. Aku merasa malu besok saat kekmpus jika dilihat tak mengenakan jilbab karena terlanjur mendapat ucapan syukur dari sang dosen. Alhasil, setelah pulang ke kosan, aku menelpon Ayahku dan bilang akan mengenakan jilbab, Ayahku cukup Heran dan kaget tapi mendukung dengan semangat sekali kala itu, dia hanya bertanya harga jilbab itu berapa dan butuh berapa lembar. 7 cukup ga?' Ayah, ayah, responnya terlalu luar biasa. 

Sebelum kejadian itu, sebenarnya aku sudah berpikir keras dan dihantui oleh jilbab seolah-olah harus mengenakannya dan siap menutup segala hal yang bisa membuat menarik di mata lelaki. Sejak saat itu, mulailah aku menjadi benar-benar nyaman karena jarang mendapat gangguan, rayuan, dan sorotan dari mata lelaki. Ternyata hal ini bisa membuatku lebih terjaga dan tersegani. Allah maha benar yang  memberikan perintah yang begitu besar manfaatnya.

Begitu banyak hidayah dan cerita teman-teman lain sebelum mengenakan jilbab, ada yang berjilbab ketika mendapat mimpi aneh, ada juga yang memang sudah bernazar karena  berhasil mendapatkan sesuatu dsb. jilbab itu begitu mudah untuk dikenakan, tinggal masukin aja seperti topi, tapi komitmen untuk tetap mempertahannya memang begitu banyak godaannya.

3 komentar:

  1. ijin share ya ukhti...
    insyAlloh cerita anti sangat mrnginspirasi
    thank you

    BalasHapus
  2. ijin share ya ukhti...
    insyAlloh cerita anti sangat mrnginspirasi
    thank you

    BalasHapus
    Balasan
    1. Monggo..monggo..ini hanya sedikit pengalaman hidup saja..u' are welcome

      Hapus

Mari kita curahkan komentar, jangan ditelan begitu saja!